Trump dan Corona Bisa Rusak Image Dolar AS, Ini Alasannya

Kontak Perkasa Futures – Dolar Amerika Serikat menjadi daya tarik terpenting bagi Amerika Serikat dan mata uang pilihan bagi investor untuk perdagangan berbagai aset di seluruh dunia.
Daya tarik dolar AS juga mendorong mata uang itu menjadi aset dunia yang disimpan dalam jumlah besar oleh pemerintah, bank sentral dan lembaga keuangan besar lainnya.

Namun, saat virus Corona (COVID-19) melanda, dolar semakin kehilangan daya tariknya dan menjadi beban baru jatuhnya ekonomi dunia. Kini investor pesimistis atas prospek dolar akibat beban utang AS dan kurangnya komitmen Trump dalam menangani segala risiko krisis di masa pandemi ini.

Senin (20/7/2020) dunia ekonomi memprediksi bahwa suku bunga AS dapat mendekat nol dalam jangka panjang. Hal ini dapat memudarkan daya tarik dolar dan nilai dolar itu sendiri. Bukan pertanda baik untuk defisit fiskal negara yang terus membengkak. Utang federal AS diproyeksi mencapai 101% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini.

Ahli dari Nomura Holdings Jordan Rocherster memprediksi bahwa dolar akan terus melemah jika AS lambat dalam respons kasus COVID-19 di negaranya. Selain itu catatan pengangguran di AS yang tinggi menjadi kekhawatiran tersendiri.

Dalam menopang perekonomian, AS telah menggelontorkan banyak pinjaman untuk mendanai program stimulus besar-besaran. Departemen Keuangan AS mengatakan defisit negara hingga bulan Juni naik menjadi US$ 864 miliar setara Rp 12.811 triliun (kurs Rp 14.800). Defisit ini bertambah karena segala program stimulus, belanja barang, jasa, dan investasi di luar negeri.

Kasus virus Corona di AS yang meningkat menjadi 3,4 juta orang menjadi mimpi buruk AS dalam prospek ekonominya terutama daya tarik dolar. Hal ini menjadi mimpi buruk karena sebagian besar negara bagian kini menutup ekonomi mereka. Sekitar 27 negara bagian AS telah menutup aktivitas perekonomian mereka.

Menurunnya peran AS di panggung ekonomi dunia akan mendorong investor berpaling ke sekutu Eropa untuk mempertimbangkan investasi di Eropa. Perlu diketahui dibandingkan AS, negara di Eropa lebih baik dalam penanganan ekonomi di tengah pandemi virus Corona.

Rochester mencatat bahwa data menunjukkan pemulihan ekonomi telah terhenti di AS ketika negara itu memasuki gelombang baru kasus COVID-19. Sementara di Eropa aktivitas masih membaik. Mata uang euro terlihat semakin menarik bagi beberapa investor dan mendorong euro naik sekitar 2% terhadap dolar sepanjang tahun ini.

Kepala Strategi Mata Uang Rabobank, Jane Foley berkata lain. dia mengungkap bahwa dolar AS belum kehilangan daya tariknya. Pasalnya sebagai mata uang pilihan transaksi global termasuk perdagangan minyak.

Dalam perdagangan minyak dolar telah menyumbang 62% cadangan mata uang dunia. Sekitar 88% terlibat dalam perdagangan dalam mata uang global. Beberapa hal tersebut tidak akan berubah secara drastis dalam waktu dekat ini atau pun menengah. – Kontak Perkasa Futures

Sumber : detik.com

Leave a comment